TEORI PEMBELAJARAN
STIMULUS DAN RESPON
Apasih sebenarnya teori
pembelajaran stimulus dan respon itu?
Disinilah akan saya
uraikan dari beberapa sumber pemahaman yang saya peroreh setelah saya
membaca tentang beberapa teori pembelajaran stimulus dan respon dari
beberapa para pakar dan hasil penelitian di mana teori belajar adalah
mempelajari keadaan di mana terjadi hubungan antara pemberian stimulus dengan
respon.
Sebelum itu kita harus
mengetahui terlebih dahulu tentang definisi pembelajaran. Dimana Pembelajaran
adalah suatu proses pemberian latihan terhadap seseorang atau kelompok orang
agar dapat terjadi perubahan tingkah laku yang relatif tetap.
Di mana stimulus
merupakan rangsangan dari dalam diri seseorang yang mendorong terjadinya
kegiatan. Dalam system pembelajaran stimulus juga merupakan rangsangan yang
diberikan oleh guru atau pengajar kepada muridnya. Agar terjadi interaksi
dadalam proses pembelajaran seperti dalam hukum fisika dimana sutau benda
diberikan gaya maka akan terjadi sebuah reaksi terhadap benda tersebut.
Sedangkan respon
merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang. Setelah memperoleh
rangsangan(stimulus)
Dari eksperimen yang
dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:
1. Law of Effect;
artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang
terjadi antara Stimulus- Respons.
2. Law of
Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme
itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana
unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise;
artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah
erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak
dilatih.
Selain hukum-hukum di
atas, konsep transfer belajar yang disebutnya trasfer of training. Konsep ini
maksudnya adalah penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki siswa untuk
menyelesaikan suatu masalah baru, karena di dalam setiap masalah, ada
unsur-unsur dalam masalah itu yang identik dengan unsur-unsur pengetahuan yang
telah dimiliki. Unsur-unsur yang identik itu saling berasosiasi sehingga
memungkinkan masalah yang dihadapi dapat diselesaikan. Unsur-unsur yang saling
berasosiasi itu membentuk satu ikatan sehingga menggambarkan suatu kemampuan.
Selanjutnya, setiap kemampuan harus dilatih secara efektif dan dikaitkan dengan
kemampuan lain. Misalnya, kemampuan melakukan operasi aritmetik (penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian) yang telah dimiliki siswa, haruslah
dilatih terus dengan mengerjakan soal-soal yang berikaitan dengan operasi
aritmetik. Dengan demikian kemampuan mengerjakan operasi aritmetika tersebut
menjadi mantap dalam pikiran siswa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa transfer
belajar dapat tercapai dengan sering melakukan latihan.
Aplikasi Teori Thorndike
dalam dunia pendidikan dan pengajaran,
menurut Thorndike
praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah dan praktek pendidikan harus
dihubungkan dengan proses belajar. Mengajar bukanlah mengharapkan murid tahu
apa yang diajarkan. Mengajar yang baik adalah : tahu tujuan pendidikan, tahu
apa yang hendak diajarkan artinya tahu materi apa yang harus diberikan, respons
yang akan diharapkan dan tahu kapan “hadiah” selayaknya diberikan kepada
peserta didik.
Beberapa aturan yang
dibuat Thorndike berhubungan dengan pengajaran:
1. Perhatikan situasi peserta didik
2. Perhatikan respons yang diharapkan dari
situasi tersebut.
3. Ciptakan hubungan respons tersebut
dengan sengaja, jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya.
4. Situasi-situasi yang sama jangan
diindahkan sekiranya memutuskan hubungan tersebut.
5. Buat hubungan sedemikian rupa sehingga
menghasilkan perbuatan nyata dari peserta didik.
6. Bila hendak menciptakan hubungan
tertentu jangan membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis.
7. Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa
sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
kesimpulanya motivasi
(stimulus) sangat berpengaruh dalam proses belajar. Sayangnya ketertarikan
siswa justru bukan pada motifasi mengerjakan berbagai tugas belajar, malah
seringkali tertarik dengan motivasi yg diluar proses pembelajaran, seperti
tertarik dengan tayangan sinetron televisi, lagu-lagu populer, tertarik dengan
gaya para selebritis. Artinya siswa pada umumnya lebih banyak mendapatkan
pengalaman penguatan yg kuat pada kegiatan2 di luar jam pelajaran, tetapi tidak
mendapat penguatan dalam kegiatan belajar di kelas. Dalam konteks ini, para
tenaga kependidikan (guru) memiliki tugas yg sangat besar untuk merubah cara
pandang siswa agar lebih tertarik dengan fenomena yg menyebabkan mereka lebih
serius melakukan proses pembelajaran.
0 komentar:
Posting Komentar